• Sabtu, 03 September 2016

    Legenda Panglima Burung


    Zona Mistis - Urban Legend - Legenda Panglima Burung .
    Kisah panglima burung antara mitos dan fakta. Dalam masyarakat Dayak, dipercayai ada satu mahluk yang disebut-sebut sangat agung, sakti, dan berwibawa. Sosok tersebut konon menghuni gunung di pedalaman Kalimantan, bersinanggung dengan alam gaib. Pemimpin spiritual, guru, dan tetua yang diagungkan. Ialah Panglima Perang Dayak, Panglima Burung, yang disebut panglima oleh orang Dayak pedalaman.

    Ada banyak versi cerita mengenai sesosok panglima tertinggi masyarakat dayak, panglima burung, terutama setelah namanya mencuat saat kerusuhan sambas dan sampit. Ada yang menyebutnya ia telah hidup selama beratus-ratus tahun dan tinggal di perbatasan antara Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Ada pula kabar tentang panglima burung yang berwujud gaib dan bisa berbentuk laki-laki atau perempuan tergantung situasi. Juga mengenai sosok panglima burung yang merupakan tokoh masyarakat dayak yang telah tiada, namun rohnya dapat diajak berkomunikasi lewat suatu ritual. Hingga cerita menyebutkan ia adalah penjelmaan dari burung enggang, burung yang dianggap keramat dan suci di kalimantan.

    Selain banyaknya versi cerita, di penjuru kalimantan juga ada banyak orang yang mengaku sebagai panglima burung, entah di Tarakan, Sampit, atau Pontianak. Namun setiap pengakuan itu hanya diyakini dengan tiga cara yang berbeda, ada yang percaya, ada yang tidak percaya, dan ada yang ragu-ragu. Belum ada bukti otentik yang memastikan salah satunya adalah benar-benar panglima burung sejati.

    Banyak sekali isu dan cerita yang beredar, namun ada satu versi yang menurut saya sangat pas menggambarkan apa dan siapa itu panglima burung. Ia adalah sesosok yang menggambarkan orang dayak secara umum. Panglima burung adalah panglima orang dayak. Baik itu sifatnya, tindak-tanduknya, dan segala sesuatu tentang dirinya.


    Lalu bagaimanakah seorang panglima burung itu, bagaimana ia bisa melambangkan orang dayak? selain sakti dan kebal, panglima burung juga adalah sesosok yang kalem, tenang, penyabar, dan tidak suka membuat keributan. Ini sesuai dengan tipikal orang dayak yang juga ramah dan penyabar, bahkan kadang pemalu. Cukup sulit untuk membujuk orang dayak pedalaman agar mau berfoto.

    Dan kenyataan di lapangan membuyarkan semua stereotipe terhadap orang dayak sebagai orang yang kejam, ganas, dan beringas. Dalam kehidupan bermasyarakat. Orang dayak bisa dibilang cukup pemalu, tetap menerima para pendatang dengan baik-baik, dan senantiasa menjaga keutuhan warisan nenek moyang baik religi maupun ritual. Seperti panglima burung yang bersabar dan tetap tenang mendiami pedalaman, masyarakat dayak pun banyak yang mengalah ketika penebang kayu dan penambang emas memasuki daerah mereka. Meskipun tetap kukuh memegang ajaran leluhur, tak pernah ada komflik ketika ada anggota masyarakat yang beralih ke agama-agama yang dibawa oleh para pendatang.

    Kesederhanaan pun identik dengan panglima burung. Walaupun sesosok yang diagungkan, ia tidak bertempat tinggal di istana atau bangunan yang mewah. Ia bersembunyi dan bertapa di gunung dan menyatu dengan alam. Masyarakat dayak pedalaman pun tidak pernah peduli dengan nominal uang. Para pendatang bisa dengan mudah berbarter barang seperti kopi, garam, atau rokok dengan mereka.

    Panglima burung diceritakan jarang menampakkan dirinya, karena sifatnya yang tidak suka pamer kekuatan. Begitupun orang dayak,  yang tidak sembarangan masuk ke kota sambil membawa mandau, sumpit, atau panah. Senjata -senjata tersebut pada umumnya digunakan untuk berburu di hutan, dan mandau tidak dilepaskan dari kumpang (sarung) jika tak ada perihal yang penting atau mendesak.

    Lantas di manakah budaya kekerasan dan keberingasan orang dayak yang santer dibicarakan dan ditakuti itu? Ada satu perkara panglima burung turun gunung, yaitu ketika setelah terus-menerus bersabar dan kesabarannya itu habis. Panglima burung memang sosok yang sangat sabar, namun jika batas kesabaran sudah melewati batas, perkara akan menjadi lain. Ia akan berubah menjadi seorang pemurka. Ini benar-benar menjadi penggambaran sempurna mengenai orang dayak yang ramah, pemalu, dan penyabar. Namun akan berubah menjadi sangat ganas dan kejam jika kesabarannya sudah habis.

    Panglima burung yang murka akan segera turun gunung dan mengumpulkan pasukannya. Ritual yang di kalimantan barat dinamakan "mangkuk merah" dilakukan untuk mengumpulkan prajurit dayak dari seantero kalimantan. Tarian-tarian perang bersahut-sahutan, mandau melekat erat di pinggang. Mereka siap berperang, mengayau/memenggal dan membawa kepala musuh. Inilah yang terjadi di kota sampit beberapa puluh tahun silam, ketika pemenggalan kepala terjadi di mana-mana hampir di tiap sudut kota.

    Meskipun kejam dan beringas dalam keadaan marah, panglima burung sebagaimana halnya orang dayak tetap berpegang teguh pada moral dan aturan yang mereka yakini. Antara lain tidak mengotori kesucian tempat ibadah agama namapun atau membunuh di dalamnya. Karena kekerasan dalam masyarakat dayak ditempat sebagai opsi terakhir, saat kesabaran sudah habis dan jalan damai tak bisa lagi ditempuh., itu dari dalam sudut pandang mereka. Pembunuhan, dan kegiatan mengayau, dalam hati kecil mereka itu tak boleh di lakuka, tetapi karena didesak pilihan terakhir dan untuk mengubah apa yang mereka anggap salah, itu harus dilakukan. Inilah budaya kekerasan yang sebenarnya patut ditakuti itu.

    Kemisteriusan memang sangat identik dengan orang dayak. Stereotipe ganas dan kejam pun melekat. Memang tidak semuanya baik, karena ada banyak kekurangannya dan kesalahaannya. Terlebih lagi kekerasan, yang apapun bentuk dan alasannya, tetap saja tidak dapat dibenarkan. Terlepas dari segala macam legenda dan mitos, panglima burung bagi saya merupakan sosok perlambangan sejati orang dayak.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar